PENGUJIAN
BENIH
I.
Pendahuluan
Pengujian benih ditunjukan untuk mengetahui mutu atau kualitas benih. Informasi
tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen
benih. Mereka dapat memperoleh keterangan yang dapat dipercaya, tentang mutu
atau kualitas dari suatu benih.
Dalam
proses pengujian benih yang diujikan antara lain viabilitas, benih atau daya
hidup benih, struktur pertumbuhan, uji kesehatan benih. Dalam pengujian benih
langkah-langkah yang harus dolakukan antara lain (1) pengambilan contoh benih,
(2) pengujian kemurnian benih, (3) pengujian kadar air, (4) uji daya kecambah
(5) uji kekuatan tumbuh benih atau uji kesehatan benih.
II.
Isi
A. Pengambilan contoh benih
sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan pengujian benih
adalah menyediakan suatu contoh benih yang dapat dianggap seragam dan memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan oleh ISTA. Suatu benih yang diuji harus dapat
mewakili keseluruhan kelompok benih yag lebih besar jumlahnya.
Ada empat macam contoh benih yang dinyatakan dalamperaturan
ISTA yaitu:
1. contoh primer (primary sample)
adalah benih yang diambil dalam
jumlah besar dari berbagai tempat penyimpanan baik wadah maupun bulk.
2. contoh pencampuran (composite
sample)
adalah semua primer yang dijadikan
satu dan dicampur dalam satu tempat (kantong, kotak, tray dll) biasanya contoh
campuran jauh lebih besar dari yang diperlukan sehingga harus dikurangi.
3. contoh yang dikirm ke laboratorium (submitted
sample)
adalah contoh campuran yang telah
dikurangi sampai jumlah bert tertentu yang telah ditetapkan dan kemudian
dikirim ke laboratorium penguji benih.
4. contoh uji (working sample)
adalah contoh benih yang diambil
dari submitted sample dan digunakan sebagai bahan uji benih di laboratorium.
cara
pengambilan contoh :
1. Pada contoh benih primer
Contoh benih primer dapat
diambil dengan tangan atau dengan seed trier yaitu suatu alat untuk mengambil
contoh benih. Apabila menggunakan tangan maka pengambilan contoh benih harus
dilakukan pada kedalaman lebih dari 40 cm dari wadah atau bulk.
a) stick trier atau sleeve trier
Untuk pengambilan ontoh benih dari
wadah: benih berukuran kecil yang mudah mengalir, menggunakan trier berukuran
panjang 762 mm, diameter 12,7 mm dan 9 celah
b) nobbe trier
Alat ini sangat cocok untuk
pengambilan benih dari wadah (karung, kantong dll). berukuran panjang ± 500 mm
dengan diameter bagian dalam 14 mm untuk benih cerealia dan 10 mm untuk benih
clover dan sejenisnya.
contoh benih harus diambil dan
bagian atas, tengah dan bawah tempat penyimpanan.
2. Pada contoh benih campuran
Semua contoh benih primer dijadikan
satu dan dicampur bersama-sama dalam sebuah wadah, dapat dalam kantong kaleng,
kotak atau tray.
3. Pada contoh benih yang dikirim ke
laboratorium
Berasal
dari contoh campuran yang telah dikurangi sesuai dengan berat minimum yang
telah ditetapkan oleh peraturan ISTA.
4. Pada contoh benih uji
Berasal dari
submitted sample.
B. Pengujian Benih Secara Rutin
1. Pengujian Kemurnian
a.
Benih murni, meliputi varietas dari
setiap species yang diakui sebagaimana yang ditanyakan dari setiap benih yang
diuji. Kriteria yang termasuk benih murni adalah benih matang dan tidak rusak,
ukuran lebih besar dari setengah dari ukuran asalnya, mengkerut, kurang matang
dan sudah berkecambah dalam keadaan dapat ditentukan dengan pasti sebagai
spesies yang diakui.
b.
Benih tanaman lain merupakan benih
yang jenismya tidak sama. Misalnya benih padi dengan benih gandum
c.
Benih varietas lain merupakan benih
tanaman sejenis yang varietasnya berbeda misalnya benih kacang tanah varietas
gajah dengan tupai
d.
Biji-bijian herba, merupakan biji
dari tanaman lain yang tidak dikehendaki
e.
Kotoran atau
benda renik, merupakan benda-benda yang tidak berupa benih. Misalnya kerikil, tanah, sekam dan
sebagainya.
2. Pengujian Kadar Air
a.
Metode Dasar/ tungku/ open, pada
dasarnya benih dipanaskan pada temperature dan waktu tertentu atau dipanaskan
sampai mencapai berat tetap. Kehilangan berat sebagai akibat pemanasan ini
ditentukan dan dianggap kadar air benih asal.
b.
Metode electric moisture tester,
dengan alat ini ditentukan kadar air benih berdasarkan atas sifat konduktivitas
dan dialektrik benih keduanya tergantung kadar air dan temperature benih.
Penentuan kadar air dengan alai ini dapat berlangsung dengan cepat
3. Pengujian Daya Kecambah
Daya kecambah biji erat hubungannya dengan pemasakan biji.
Biji dapat berkecambah jauh sebelum tercapai kemasakan fisiologis atau sebelum
tercapai berat kering maksimum. Akan tetapi bibit tanaman yang berasal dari
biji yang sangat muda ini lemah karena:
a.
Berat kering biji rendah
b.
Biji masih kecil
c.
Secara fisiologis biji belum masak
d.
Jaringan
penunjang tidak dapat tumbuh dengan baik
Daya kecambah benih
adalah mekar dan berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih
yang menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang
sesuai. Lingkungan yang sesuai yaitu kelembaban, temperature, oksigen dan
cahaya. Substratum perkecambahan adalah suatu bahan diatas mana biji
ditempatkan untuk pengujian perkecambahan. Ada beberapa substratum
perkecambahan biji yang umum dipakai berdasarkan bahan dan cara pemakaiannya,
yaitu:
a.
Pada pasir (PP)
b.
Dalam pasir (DP)
c.
Pada kertas (PK)
d.
Antar kertas (AK)
e.
Pada kertas digulung dalam plastic
(Pk Dp)
Menurut ISTA (International Seed Testing Association)
penetuan kecambah normal itu berbeda-beda untuk masing-masing jenis biji. Namun
secara umumyang termasuk benih abnormal mempunyai ciri:
1)
Tunas keluar
terlebih dahulu dari pada akarnya.
2)
Benih sama sekali tidak keluar akar,
hanya tunas.
3)
Akar kecambah berbentuk spiral,
ujungnya tumpul atau membesar serta mengkilat.
4)
Akar kecambah
yang keluar bukan akar utama, melainkan akar sampingnya.
4. Pengujian
kecepatan berkecambah
Pada pengujian kecepatan berkecambah
penggunaan cara perhitungan pertama (first count) adalah lazim dilakukan, yang
dalam penilaiannya
digunakan persentase benih yang berkecambah pada hari ketiga atau keempat
setelah tanam. Apabila menurut penilaian ternyata benih yang berkecambah normal
adalah sejumlah lebih dari 75% maka benih tersebut tergolong mempunyai
kecepatan berkecambah yang tinggi.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antar kecepatan
berkecambah dengan vigor tanamannya. Benih dengan kecepatan yang tinggi
ternyata tanaman yang dihasilkan lebih tahan terhadap lingkungan kurang baik.
Copeland
(1997) telah mengemukakan rumus tentang koefisien perkecambahan dan index vigor
beih. Kedua rumus tersebut merupakan hubungan antar kecepatan perkecambahan dan
vigor benih.
Adapun
rumus tersebut adalah:
Dimana:
C6 = koefisien perkecamahan
A = jumlah benih yang berkecambah
pada hari tertentu
T = waktu yang bersesuaian
dengan A
n
= jumlah hari pada penilaian
Dimana
Iv
= indeks vigor
G
= jumlah benih yang berkecambah pada hari tertentu
D
= waktu yang bersesuaian dengan jumlah tersebut
n = jumlah hari pada
perhitungan terakhir
5. Pengujian
tetrazolium
Pengujian tetrazolium merupakan suatu
cara pengujian terhadap viability benih secara cepat dan bersifat tidak
langsung. Karena itu
uji ini sering dikenal dengan uji cepat (Quick Test).
Paada uji tetrazolium ini menggunakan garam 2, 3, 5
Triphenyl tetrazolium klaside yang dapat diserap oleh benih. Dalam jaringan
yang masih hidup, garam tetrazolium akan mengalami reduksi secara eurimatik sehingga
timbul senyawa fosmoran yang berwarna merah.
Reaksi tetrazolium akan sangat baik apabila berada pada suhu
udara sekitar 40oC, dalam larutan pH 7.
Larutan
pHnya 7 maka digunakan senyawa penyangga yakni
KH2PO4 dan Na2HPO4,
2H2O antara 0.5%-1.00%.
Dasar pertimbangan untuk melakukan pengujian
tetrazolium adalah :
a.
Pertimbangan waktu yang singkat.
b.
Pengujian untuk benih yang dormansi.
c.
Penilitian benih.
Interprestasi terhadap warna merah yang melambangkan benih
masih hidup, tentunya memerlukan pengakuan pengalaman, keterampilan dan
kehati-hatian. Warna merah cerah menandakan jaringan masih hidup, warna merah
jambu jaringan sudah lemah dan warna merah tua jaringan sudah rusak dan bila
tidak berwarna jaringan sudah mati.
Pada dasarnya uji tetrazolium dilaksanakan dalam tiga
tahap yakni :
1. Tahap 1 : Pengaktifan enzim dan/atau reaksi
dehidrogenase
biasanya diperlukan waktu 16
jam,benih benih yang kecil
mengambang dan benih yang besar
dibiarkan berimbibisi
2. Tahap 2 : Persiapan benih untuk membiarkan daerah
embrionik
mudah dimasuki dengan larutan
tertazolium
3. Tahap 3 : evaluasi benih
Benih yang memperlihatkan
bagian-bagian berwarna unggu
tua yang lebih lunak dibandingkan
jaringan sekitarnya menan
dakan kemungkinan disebabkan oleh kerusakan mekanis
Noda yang tidak seragam menunjukan kerusakan yang disebabkan
oleh pengaruh kelembaban pada saat panen.
C.
Pengujian Benih Secara Khusus
1.
Uji vigor
Dalam
terminology vigor, dipisahkan vigor genetic dan vigor fisiologi. Vigor genetic
adalah vigor benih dari galur genetic yang berbeda. Vigor fisiologi adalah
vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetic yang sama.
Vigor
fisiologi dapat dilihat dari antara lain indikasi tumbuhakar (misalnya pada Red
brick Test yang digunakan untuk ketahanan terhadap jaringan), indikasi
plumula/coleoptile (misalnya dalam Deep sail test terhdap kedalaman tanam,
terserangnya oleh penyakit (misalnya corn cold test terhadap Phytium).
Ciri-ciri
benih yang mempunyai kekuatan tumbuh tinggi adalah
a.
Dapat dipakai bila disimpan.
b.
Berkecambah cepat dan merata.
c.
Bebas dari penyakit benih.
d.
Tahan terhadap gangguan
mikroorganisme.
e.
Laju tumbuhnya tinggi.
f.
Menghasilkan produksi yang tinggi.
2. Uji Kesehatan Benih
A.Tujuan uji kesehatan benih antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui adanya inokulum yang patogenik, sehingga dapat
ditentukan kondisi kesehatan dari kelompok benih.Dimana faktor kesehatan
juga merupakan salah satu faktor penentu nilai lapangan dari benih.
2. Mempelajari penyebab dari
abnormalitas kecambah dalam uji daya kecambah
B. Metode uji
kesehatan benih
1.) Pemeriksaan benih kering
Dengan metode ini sejumlah benih diperiksa secara kering,apakah tercampur
dengan kotoran kotoran seperti sisa-sisa tanaman, insekta, gulma, dan
lain-lain.Dilihat juga apakah ada tanda – tanda serangan penyakit, dan dilihat
bercak-bercak benih
2.) Pemeriksaan secara perendaman
Metode ini dapat dipergunakan untuk mendeterminasi
cendawan yang melekat dan tumbuh pada permukaan benih, seperti Pyricularia spp,
Drechsclera spp, Fusarium, Alternaria dan lain-lain. Caranya ialah dengan
memasukan sejumlah benih dalam air kemudian digoyang-goyangkan untuk
waktu tertentu . Air cucian tersebut dapat diperiksa langsung dengan mikroskop
stereokopik (perbesaran 20-40)
3.) Pemeriksaan dengan cara inkubasi
a.
Metode kertas,
pengamatan biji dan kecambah dilakukan setelah diinkubasikan pada kertas. Kertas yang
biasa dipergunakan adalah kertas
yang dapat menghisap air. Setelah menjalani masa inkubasi, maka biji dan
kecambah diperiksa dengan mikroskop
b.
Metode Ager, biji ditempatkan pada
cawan petri, disemaikan dalam ager Mal Exstract Ager (MEA) atau Potato
Dekstrosa Ager (PDA).
c.
Metode Inkubasi batu bata, pasir,
tanah dan sebagainya, metode ini dapat digunakan untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya. Metode ini dapat dipergunakan menguji fungisida untuk
keperluan perlakuaan benih.
d.
Metode Growing
on Test, beberapa penyakit yang seed borne memerlukan waktu inkubasi yang lama
untuk dideteksi. Dengan demikian akan sulit untuk diketahui dengan metode agar
atau kertas.
Daya Kecambah (Viabilitas)
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai suatu benih untuk dipasarkan atau membandingkan antar seed lot karena viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih yumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum (Kuswanto, 1996).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinlai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. UDK (Uji di Atas Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.
b. UAK (Uji Antar Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat. Metode ini digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
c. UKDD (Uji Kertas Digulung Didirikan)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
d. UKD dpd (Uji Kertas Digulung diberi plastik didirikan)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode UKDD, dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh akar yang dapat mengakibatkan kertas substrat menjadi rusak sehingga pengamatan dapat jadi sulit untuk dilakukan.
e. Uji TZT (Tetra Zolim Test)
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium. sehingga bagian embrio yang hidup akan berwarna merah sedangkan yang mati atau cacat akan berwarna putih.
f. Uji dengan Memakai Sinar X
Dengan sinar X kita bisa melihat kondisi embrio dalam benih, apakah embrionya cacat atau tidak, tapi metode ini juga tidak dapat mendeteksi apakah benih dapat berkecambah atau tidak.
g. Uji Pasir
Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC yang rendah (Kuswanto, 1996).
5. Uji Kekuatan Kecambah (Vigor)
Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan diukur berapa benih yang berkecambah, kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal, pada berbagai lingkungan yang memadai. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama (Kartasapoetra, 2003).
Uji kevigoran benih bertujuan untuk melihat kemampuan benih untuk tumbuh di lahan. Pengujian ini amat penting karena pada pengujian viabilitas di laboratorium kondisi lingkungannya telah dibuat seoptimal mungkin sehingga peluang bagi benih untuk berkecambah menjadi lebih besar. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 2002)
Menurut Kuswanto (1996), metode pengujian vigor benih dapat dibagi menjadi 2 jenis pengujian, yaitu :
a. Pengujian Langsung (Direct Method)
Pada pengujian ini benih dikecambahkan dalam kondisi yang menyerupai keadaan di lapangan. Kelemahan metode ini terletak pada suhu pengujian yang dibuat standar. Macam-macam metodenya antara lain :
1. Deep Soil Test
2. Hoppe Method
3. Total Growth of Plants or Seedlings
b. Pengujian Tidak Langsung
Dengan metode pengujian ini mudah dibuat standarisasi tetapi tidak dapat menggambarkan kevigoran yang nyata seperti yang didapat pada metode langsung. Macam-macam metodenya antara lain :
1. Physiological Methode
2. Physical Measurements Test
3. Biochemice Method
6. Uji Kesehatan Benih
Benih dikatakan sehat kalau benih tersebut terbebas dari patogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus, maupun nematode. Pada uji kesehatan benih tidak semuanya akan dideteksi. Uji dilakukan secara selektif, hanya yang diduga penting saja yang perlu diperiksa. Umumnya pemeriksaan ditekankan pada cendawan patogen, baik cendawan lapangan maupun cendawan gudang yang xerophytic. Uji kesehatan benih tidak merupakan ramalan, tetapi memberikan suatu informasi tentang kemungkinan adanya suatu resiko. Maksud dari uji kesehatan benih adalah untuk :
1. Mengetahui adanya inokulum yang patogenik, sehingga dapat ditentukan kondisi kesehatan dari kelompok benih, yang dalam hal ini faktor kesehatan juga merupakan salah satu faktor penentu nilai lapangan dari benih.
2. Mempelajari penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji daya kecambah.
Ada berbagai metode yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi patogen yang terbawa benih. Pada dasarnya yang telah dikenal yaitu :
a. Pemeriksaan Benih Kering
Dengan metode ini sejumlah benih diperiksa secara kering, apakah tercampur dengan kotoran-kotoran seperti sisa-sisa tanaman, sklerotia, gall, insekta dan lain-lain. Selain diperhatikan pula adanya gejala atau tanda-tanda penyakit pada benih, seperti tubuh buah cendawan, miselia, spora dan lain-lain. Dapat juga dideteksi adanya bercak-bercak pada benih dan kerusakan mekanis yang dapat menyebabkan kebusukan pada benih atau kecambah. Untuk melaksanakan pemeriksaan ini dipergunakan mikroskop stereokopik (perbesaran 10-40 kali).
b. Pemeriksaan Secara Perendaman Benih
Metode ini dapat dipergunakan untuk mendeterminasi cendawan yang melekat atau tumbuh pada permukaaan benih. Caranya adalah dengan memasukkan sejumlah benih dalam air kemudian digoyang-goyangkan untuk waktu tertentu. Air cucian tersebut dapat diperiksa langsung dengan mikroskop stereokopik (perbesaran 20-40 kali) atau setelah disentrifugal terlebih dahulu.
c. Pemeriksaan Dengan Cara Inkubasi
Pemeriksaan dengan cara inkubasi dapat dilakukan dengan beberapa meode, yaitu :
1) Metode kertas. Cara ini didasarkan pada pertumbuhan inokulum dan kecambah. Dengan cara ini dapat dilihat macamnya patogen yang menyerang benih. Pengamatan benih dan kecambah dilakukan setelah diinkubasikan pada medium kertas.
2) Metode agar. Pengujian dengan menggunakan metode agar lebih didasarkan pada pertumbuhan inokulum. Untuk keperluan media biasa dipergunakan Maltose Extract Agar (MEA) atau Potato Dextrose Agar (PDA). Metode inkubasi dengan media batubata, pasir, tanah.
3) Metode “Growing on Test”. Pengujian ini didasarkan kepada pertumbuhan tanaman setelah melewati masa kecambahnya dengan memperlihatkan gejala penyakit (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai suatu benih untuk dipasarkan atau membandingkan antar seed lot karena viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih yumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum (Kuswanto, 1996).
Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total. Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinlai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. UDK (Uji di Atas Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.
b. UAK (Uji Antar Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat. Metode ini digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
c. UKDD (Uji Kertas Digulung Didirikan)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
d. UKD dpd (Uji Kertas Digulung diberi plastik didirikan)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode UKDD, dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh akar yang dapat mengakibatkan kertas substrat menjadi rusak sehingga pengamatan dapat jadi sulit untuk dilakukan.
e. Uji TZT (Tetra Zolim Test)
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium. sehingga bagian embrio yang hidup akan berwarna merah sedangkan yang mati atau cacat akan berwarna putih.
f. Uji dengan Memakai Sinar X
Dengan sinar X kita bisa melihat kondisi embrio dalam benih, apakah embrionya cacat atau tidak, tapi metode ini juga tidak dapat mendeteksi apakah benih dapat berkecambah atau tidak.
g. Uji Pasir
Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC yang rendah (Kuswanto, 1996).
5. Uji Kekuatan Kecambah (Vigor)
Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan diukur berapa benih yang berkecambah, kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal, pada berbagai lingkungan yang memadai. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama (Kartasapoetra, 2003).
Uji kevigoran benih bertujuan untuk melihat kemampuan benih untuk tumbuh di lahan. Pengujian ini amat penting karena pada pengujian viabilitas di laboratorium kondisi lingkungannya telah dibuat seoptimal mungkin sehingga peluang bagi benih untuk berkecambah menjadi lebih besar. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 2002)
Menurut Kuswanto (1996), metode pengujian vigor benih dapat dibagi menjadi 2 jenis pengujian, yaitu :
a. Pengujian Langsung (Direct Method)
Pada pengujian ini benih dikecambahkan dalam kondisi yang menyerupai keadaan di lapangan. Kelemahan metode ini terletak pada suhu pengujian yang dibuat standar. Macam-macam metodenya antara lain :
1. Deep Soil Test
2. Hoppe Method
3. Total Growth of Plants or Seedlings
b. Pengujian Tidak Langsung
Dengan metode pengujian ini mudah dibuat standarisasi tetapi tidak dapat menggambarkan kevigoran yang nyata seperti yang didapat pada metode langsung. Macam-macam metodenya antara lain :
1. Physiological Methode
2. Physical Measurements Test
3. Biochemice Method
6. Uji Kesehatan Benih
Benih dikatakan sehat kalau benih tersebut terbebas dari patogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus, maupun nematode. Pada uji kesehatan benih tidak semuanya akan dideteksi. Uji dilakukan secara selektif, hanya yang diduga penting saja yang perlu diperiksa. Umumnya pemeriksaan ditekankan pada cendawan patogen, baik cendawan lapangan maupun cendawan gudang yang xerophytic. Uji kesehatan benih tidak merupakan ramalan, tetapi memberikan suatu informasi tentang kemungkinan adanya suatu resiko. Maksud dari uji kesehatan benih adalah untuk :
1. Mengetahui adanya inokulum yang patogenik, sehingga dapat ditentukan kondisi kesehatan dari kelompok benih, yang dalam hal ini faktor kesehatan juga merupakan salah satu faktor penentu nilai lapangan dari benih.
2. Mempelajari penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji daya kecambah.
Ada berbagai metode yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi patogen yang terbawa benih. Pada dasarnya yang telah dikenal yaitu :
a. Pemeriksaan Benih Kering
Dengan metode ini sejumlah benih diperiksa secara kering, apakah tercampur dengan kotoran-kotoran seperti sisa-sisa tanaman, sklerotia, gall, insekta dan lain-lain. Selain diperhatikan pula adanya gejala atau tanda-tanda penyakit pada benih, seperti tubuh buah cendawan, miselia, spora dan lain-lain. Dapat juga dideteksi adanya bercak-bercak pada benih dan kerusakan mekanis yang dapat menyebabkan kebusukan pada benih atau kecambah. Untuk melaksanakan pemeriksaan ini dipergunakan mikroskop stereokopik (perbesaran 10-40 kali).
b. Pemeriksaan Secara Perendaman Benih
Metode ini dapat dipergunakan untuk mendeterminasi cendawan yang melekat atau tumbuh pada permukaaan benih. Caranya adalah dengan memasukkan sejumlah benih dalam air kemudian digoyang-goyangkan untuk waktu tertentu. Air cucian tersebut dapat diperiksa langsung dengan mikroskop stereokopik (perbesaran 20-40 kali) atau setelah disentrifugal terlebih dahulu.
c. Pemeriksaan Dengan Cara Inkubasi
Pemeriksaan dengan cara inkubasi dapat dilakukan dengan beberapa meode, yaitu :
1) Metode kertas. Cara ini didasarkan pada pertumbuhan inokulum dan kecambah. Dengan cara ini dapat dilihat macamnya patogen yang menyerang benih. Pengamatan benih dan kecambah dilakukan setelah diinkubasikan pada medium kertas.
2) Metode agar. Pengujian dengan menggunakan metode agar lebih didasarkan pada pertumbuhan inokulum. Untuk keperluan media biasa dipergunakan Maltose Extract Agar (MEA) atau Potato Dextrose Agar (PDA). Metode inkubasi dengan media batubata, pasir, tanah.
3) Metode “Growing on Test”. Pengujian ini didasarkan kepada pertumbuhan tanaman setelah melewati masa kecambahnya dengan memperlihatkan gejala penyakit (Sutopo, 2002).
- Uji Vigor, dalam terminologi vigor dipisahkan menjadi:
- Vigor genetik, merupakan vigor benih dari galur genetik yang berbeda
- Vigor fisiologi, vigor yang dapat dibedakan dalam galur yang sama
Ciri-ciri benih yang mempunyai vigor
tinggi:
- Dapat disimpan lama
- Berkecambah cepat dan merata
- Bebas dari penyakit benih
- Tahan terhadap gangguan mikroorganisme
- Laju tumbuhnya tinggi
- Berproduksi tinggi
Macam uji vigor antara lain:
- Uji batu bata (red brick test)
- Uji kedalaman (deep soil test)
- Uji dingin (cold test)
- Uji kesehatan benih
- Metode Kertas, benih diinkubasi 7-8 hari yang dilengkapi dengan sinar ultra violet yang dapat merangsang sporulasi cendawan yang seed born. Selanjutnya kecambah diperiksa dengan mikroskop.
- Metode agar, MEA atau PDA, pengamatan juga dilakukan secara mikroskopik
- Metode growing on test, beberapa penyakit yang seed born memerlukan waktu inkubasi yang lama untuk dapat dideteksi, sehingga akan sulit untuk dideteksi dengan metode kertas dan agar. Tanaman harus ditumbuhkan sampai melebihi masa kecambahnya.
- Metode inkubasi batu bata, pasir, tanah, dan sebagainya. Media sebaiknya disterilkan dahulu, sehingga benih yang sudah membawa patogen akan jelas menampakkan gejala penyakit.
A. Pendahuluan
Uji kedalaman tanam tergolong kedalam uji kekuatan tumbuh benih dengan lingkungan sub optimal. Uji ini menggunakan substrat tanah atau pasir dengan kedalaman tanah tertentu. Hasil pengujian mempunyai keterkaitan dengan pertumbuhan benih dilapangan yang mengalami pemadatan tanah akibat air hujan atau ntraktor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar