Pengujian Benih
Pengujian
benih itu sangat penting, terujinya benih berarti terhindarnya para petani dari
berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha taninya. Selain itu
benih yang baik atau unggul ditunjang dengan kultur teknik yang mantap, akan
dapat meningkatkan berbagai produk pertanian (Kartasapoetra, 2003). Pengujian
benih ditujukan untuk mengetahui mutu dan kualitas benih. Informasi tersebut
tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih.
Karena mereka bisa memperoleh keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau
kualitas dari suatu benih (Sutopo, 2002).
Faktor
kualitas benih ditentukan oleh persentase dari benih murni, benih tanaman lain,
biji herba, kotoran yang tercampur, gaya berkecambah atau daya tumbuh benih, benih
berkulit keras, terdapatnya biji-bijian herba yang membahayakan benih,
terbebasnya benih dari penyakit dan hama tanaman, kadar air benih serta hasil
pengujian berat benih per seribu biji benih yang dimaksud (Kartasapoetra,
2003).
Viabilitas benih atau daya hidup benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan/atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu.
Viabilitas benih atau daya hidup benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan/atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu.
Selain
uji viabilitas benih terdapat pula uji kesehatan benih, yaitu untuk mengetahui
kondisi kesehatan dari suatu kelompok benih. Kesehatan benih juga merupakan
salah satu faktor yang menentukan nilai lapangannya. Di samping itu uji
kesehatan benih juga ditunjukkan untuk mengetahui penyebab dari abnormalitas
kecambah dalam uji perkecambahan di laboratorium (Sutopo, 2002). Pelaksanaan
pengujian mutu benih meliputi beberapa tahapan, yang pertama dilakukan adalah
pengambilan contoh benih, kemudian pengujian kemurnian benih dan kadar air.
Setelah itu barulah dilakukan uji daya kecambah, uji kekuatan tumbuh benih
ataupun uji kesehatan benih terhadap contoh tersebut (Kartasapoetra, 2003).
2.2 Beberapa
Tahapan dalam Pengujian Benih
1.
Pengambilan Contoh Benih
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan pengujian
benih adalah menyediakan suatu contoh benih yang dapat dianggap seragam dan
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh ISTA. Suatu contoh benih yang
diuji harus dapat mewakili keseluruhan kelompok benih yang lebih besar
jumlahnya. Ada
empat macam contoh benih yang dinyatakan dalam peraturan ISTA yaitu :
a. Contoh primer (primary sampel)
adalah benih yang diambil dalam jumlah besar dari berbagai tempat penyimpanan
baik wadah maupun bulk.
b. Contoh campuran (composite
sample) adalah semua contoh primer yang dijadikan satu dan dicampur dalam satu
tempat (kantong, kotak, tray, dan lain-lain). Biasanya contoh campuran jauh
lebih besar dari yang diperlukan sehingga harus dikurangi.
c. Contoh yang dikirim ke laboratorium (submitted
sample) adalah contoh campuran yang telah dikurangi sampai jumlah berat tertentu
yang telah ditetapkan dan kemudian dikirim ke laboratorium penguji benih.
d.
Contoh
uji (working sample) adalah contoh benih yang diambil dari “submitted sample”
dan digunakan sebagai bahan uji benih di laboratorium(Sutopo, 2002).
Dari sampel-sampel benih tersebut hanya jumlah yang diperlukan dalam analisis, sisa dari sample kemudian disimpan dalam rak-rak khusus sebagai persediaan sekiranya tes perlu diulang. Dalam pengujian benih penguji harus memperhatikan dan menjaga bahwa benih-benih yang diuji itu tetap asli atau utuh (Kartasapoetra, 2003).
2. Pengujian Kemurnian Benih
Dari sampel-sampel benih tersebut hanya jumlah yang diperlukan dalam analisis, sisa dari sample kemudian disimpan dalam rak-rak khusus sebagai persediaan sekiranya tes perlu diulang. Dalam pengujian benih penguji harus memperhatikan dan menjaga bahwa benih-benih yang diuji itu tetap asli atau utuh (Kartasapoetra, 2003).
2. Pengujian Kemurnian Benih
Pengujian kemurnian benih merupakan
kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik komponen-komponen
benih termasuk pula persentase berat dari benih murni (pure seed), benih
tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan
kotoran-kotoran pada masa benih (Sutopo, 2002).
a.
Benih
murni meliputi semua varietas dan setiap spesies yang diakui sebagaimana yang
dinyatakan oleh pengirim atau penguji di laboratorium,
b.
Benih
tanaman lain/varietas lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman
pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji,
c.
Biji-bijian
herba/gulma merupakan biji dari tanaman lain yang tidak dikehendaki, dan
bublet. Tuber dari tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba menurut
undang-undang, peraturan resmi atau pendapat umum.
d.
Bahan
lain atau kotoran merupakan bagian-bagian dari sejumlah benih yang sedang diuji
yang tidak berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya mengotori benih
misalnya kerikil, gumpalan tanah, sekam serta bentuk-bentuk lain yang
menyerupai benih dan gulma.
Pada pelaksanaan pengujian
kemurnian benih dimana komponen-komponen telah berhasil dipisah-pisahkan, yang
merupakan hasil-hasil uji benih murni, benih tanaman lain dan atau varietas
lain, biji-bijian herba, serta benda-benda mati atau kotoran, selanjutnya
masing-masing harus ditimbang dengan seksama dengan contoh kerja dalam satuan
gram (Kartasapoetra, 2003).
3. Pengujian Kadar Air
Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor
yang paling mempengaruhi masa hidupnya, maka benih yang sudah masak dan cukup
kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih berkadar air tinggi
yang juga harus segerea dipanen. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi
sebagian besar benih adalah antara 6% - 8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan
menyebabkan naiknya aktivitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya
bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan
pathogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang
terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Justice dan Bass, 2002).
Menurut Sutopo (2002), pada prinsipnya metode yang digunakan dalam menentukan kadar air ada dua macam yaitu :
Menurut Sutopo (2002), pada prinsipnya metode yang digunakan dalam menentukan kadar air ada dua macam yaitu :
a. Metode praktis; metode ini mudah dilaksanakan
tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering perlu dikalibrasikan terlebih
dahulu, yang termasuk metode ini adalah metode Calcium carbide, metode Electric
moisture meter, dll.
b. Metode dasar; di sini kadar air ditentukan dengan
mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada
kondisi tertentu, dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula, yang
termasuk dalam metode dasar adalah: metode Oven, metode Destilasi, Metode Karl
Fisher dan lain-lain
4. Uji Daya Kecambah (viabilitas)
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai
suatu benih untuk dipasarkan atau membandingkan antar seed lot karena
viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua. Daya
kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih
yumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik
lapang yang serba optimum (Kuswanto, 1996). Metode perkecambahan dengan
pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total.
Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan
perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan
untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan
kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinlai sebagai kecambah
yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode
pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu
dicari metode standar agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat
dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa metode pengujian yang dapat
dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. UDK (Uji di Atas Kertas)
a. UDK (Uji di Atas Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas
kertas substrat yang telah dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk
benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.
b. UAK (Uji Antar Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara
kertas substrat. Metode ini digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap
cahaya untuk perkecambahannya.
c. UKKDD ( Uji Kertas Digulung Didirikan)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara
kertas substrat yang digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang
tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
d. UKD dpd (Uji Kertas Digulung diberi plastik
didirikan)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode UKDD,
dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh
akar yang dapat mengakibatkan kertas substrat menjadi rusak sehingga pengamatan
dapat jadi sulit untuk dilakukan.
e. Uji TZT (Tetra Zolium Test)
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam
metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra
zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini
adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan
tetrazolium. sehingga bagian embrio yang hidup akan berwarna merah sedangkan
yang mati atau cacat akan berwarna putih.
f. Uji dengan Memakai Sinar X
Dengan sinar X kita bisa melihat kondisi embrio
dalam benih, apakah embrionya cacat atau tidak, tapi metode ini juga tidak
dapat mendeteksi apakah benih dapat berkecambah atau tidak.
g. Uji Pasir
Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir
sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah
besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC yang
rendah (Kuswanto, 1996).
5. Uji Kekuatan Kecambah (Vigor)
Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan diukur
berapa benih yang berkecambah, kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal,
pada berbagai lingkungan yang memadai. Vigor dipisahkan antara vigor genetik
dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang
berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam
galur genetik yang sama (Kartasapoetra, 2003). Uji kevigoran benih bertujuan
untuk melihat kemampuan benih untuk tumbuh di lahan.
Pengujian ini amat penting karena pada pengujian
viabilitas di laboratorium kondisi lingkungannya telah dibuat seoptimal mungkin
sehingga peluang bagi benih untuk berkecambah menjadi lebih besar. Pada umumnya
uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal
untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah
kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter
vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi
rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh
beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis,
mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 2002)
Menurut Kuswanto (1996), metode pengujian vigor
benih dapat dibagi menjadi 2 jenis
pengujian yaitu :
a.
Pengujian
Langsung (Direct Metode)
Pada pengujian ini benih dikecambahkan dalam kondisi
yang menyerupai keadaan di lapangan. Kelemahan metode ini terletak pada suhu
pengujian yang dibuat standar. Macam-macam metodenya antara lain :
1.
Deep Soil Test
(kedalaman tanam)
2.
Hoppe Method
3.
Total Growth of
Plants or Seedlings
b.
Pengujian Tidak Langsung
1. Physiological Methode
2. Physical Measurements Test
3. Biochemice Method
1. Physiological Methode
2. Physical Measurements Test
3. Biochemice Method
2.3
Jenis Substrat dalam uji Viabilitas
Umumnya media yang banyak
digunakan dan direkomendasikan dalam pengujian daya kecambah adalah:
1. Kertas Substrat
Kertas Substrat merupakan bahan
yang praktis tidak banyak memerlukan tempat, mudah menilai struktur-struktur
penting kecambah dan mudah distandarisasi. Jenis substrat kertas yang dapat
digunakan dalah kertas merang, kertas saring, kertas buram,dan sebagainya.
2. Media pasir
Pasir sebagai media
perkecambahan harus memenuhi syarat :
- Lolos dalam saringan ? 0,8 mm dan tertahan dalam saringan 0,50 mm
- pH = 6,0 – 7,5
Pasir sebagai media kecambah,
sebelum digunakan diayak lebih dahulu untuk mendapatkan butiran pasir dengan
ukuran sesuai anjuran, kemudian dicuci untuk menghilangkan tanahnya dan yang
terakhir disterilkan.
3. Media Tanah
Tanah yang digunakan sebagai
media perkecambahan harus mempunyai sifat mampu menyimpan air dan aerasi cukup.
Untuk tanah yang berstruktur lempung dapat dicampur dengan pasir dan kompos
dengan perbandingan tertentu agar media cukup remah. Kondis fisik tanah untuk
media perkecambahan sangat penting bagi berlangsungnya benih berkecambah hingga
menjadi tanaman dewasa. Benih akan terhambat perkecambahannya apabila tanah
yang digunakan padat, karena benih susah menembus kepermukaan tanah.Media tanah
digunakan apabila media kertas atau pasir dalam pengujian daya kecambah tidak
sesuai dengan benih yang diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar