Kamis, 14 Juni 2012

Teknik Produksi Benih


PENYIAPAN LAHAN
Lahan sawah
a. Tanpa pengolahan tanah
* Di lahan sawah, penanaman kedelai setelah panen padi dapat dilakukan
tanpa pengolahan tanah.
* Tanah cukup lembab. Usahakan begitu padi dipanen, segera tanam atau
paling lambat jangan melebihi 3 (tiga) hari setelah padi di panen.
PEMILIHAN LAHAN
Pemilihan lahan untuk penangkaran benih kedelai, hendaknya disesuaikan
dengan masa tanam di masing-masing lokasi penanaman (Agroekologi spesifik), yaitu:
* Lahan tegalan awal musim hujan (MH I)
* Lahan tegalan akhir musim hujan (MH II)
* Lahan sawah awal musim kemarau (MK I)
* Lahan sawah akhir musim kemarau (MK II)
Mengingat mutu benih kedelai yang dihasilkan dari penanaman awal musim hujan
biasanya kurang baik, disarankan menanam kedelai untuk pembenihan dilaksanakan
pads saat akhir musim hujan di lahan tegal (MH II) atau menjelang musim kemarau di
lahan sawah (MK I dan MK II).
Pemilihan lahan juga harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
* Tanahnya cukup subur/gemuk, dengan tingkat kesuburan sedang sampai baik.
* Pengairan cukup dan atau dibuat saluran-saluran drainase yang baik.
* Mudah/terdapat sarana angkutan.
* Tanah untuk pertanaman benih hendaknya bukan bekas tanaman kedelai
sebelumnya agar percampuran varietas dapat dihindarkan.
* Sebaiknya pemilihan lahan tersebut, sudah sesuai dengan persyaratan sertifikasi
benih untuk menjamin kelulusan lapang oleh BPSB (Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih).
* Lahan bersih dari gulma dan jerami dibabat (dipotong) sampai dekat ke
permukaan tanah
* Buat petakan dengan lebar petak 2-3 meter, dan jarak saluran antar-petak 25-30
cm dengan kedalaman 25-30 cm. Panjang petakan tergantung dari luas panjang
petakan (Gambar 1).
b. Dengan pengolahan tanah
* Apabila tanah kering (jangka lama sejak padi dipanen ), sebaiknya
dilakukan pengolahan tanah sempurna (2 x bajak, 1 x perataan)
* Sebelum tanah diolah sempurna, dibuat petakan dengan ukuran 2-3
meter dan panjang 10-15 meter. Jarak antar-petak dan kedalaman
saluran 25-30 cm.
Lahan Tegalan
* Di lahan tegalan / kering, penyiapan lahan sebaiknya dilakukan pengolahan
tanah terlebih dahulu
* Tanah diolah dengan bajak 2x dan perataan
* Membuat petakan atau bedengan dengan lebar petak 2-3 m, dan panjang petak
10-15 m.
* Membuat saluran antar-petak dengan lebar dan kedalaman saluran 25-30 cm.
* Inokulasi pupuk Mikroba (PMMG)
- 3 g/kg benih (1 bungkus PMMG untuk 8-10 kg/benih
- Basahi benih dengan air bersih sebelum PMMG dicampur pada benih
- Pencampuran benih dengan PMMG dilakukan secara bertahap (setiap
bungkus 8-10 kg benih) agar benih yang telah diinokulasi segera habis
tertanam.
- Lubang tanam ditutup segera setelah tanam agar tidak terkena sinar
matahari dan tidak boleh menggunakan fungisida.
- Prioritas penggunaan PMMG pada areal bukaan baru dan areal kedelai
yang belum terjadi pembintilan (modul) efektif.
POLA TANAM
Lahan Sawah
a. Masa Tanam
* (MK 1, awal musim kemarau)
* (MK 11, akhir musim kemarau)
b. Pola tanam
Di lahan sawah, musim tanam kedelai mengikuti pola rotasi berikut:
* Padi - Padi - Kedelai
* Padi - Kedelai - Kedelai
* Padi - Jagung - Kedelai
* Padi - Kacang tanah - Kedelai
Lahan Tegalan
a. Masa tanam
* Sebaiknya menanam kedelai , pembenihan dilakukan pada akhir musim
hujan (MH 11 ).
b. Pola tanam
* Jagung/Kacang tanah - Kedelai
* Padi gogo - Kedelai
* Kacang tanah - Kedelai
TANAM DAN JARAK TANAM
a. Gunakan benih yang balk dengan daya tumbuh 90-100%
b. Jumlah benih 40-50 kg biji/ha, ditanam 1-2 biji/lubang
c. Cara penanaman benih, baik di lahan sawah maupun di lahan kering dianjurkan
secara tugal dengan jarak tanam teratur. Di lahan sawah bekas panen padi
(tanpa pengolahan tanah), penugalan dapat dilakukan di samping tunggul jerami
padi (Gambar 2).
d. Kedalaman lubang 3-5 cm, lubang tanam ditutup dengan abu jerami atau tanah.
e. Jarak tanam anjuran
* 40 x 10 cm ( 2 biji per lubang) dengan populasi 500.000 tanam/ha
* 40 x 15 cm ( 2 biji per lubang) dengan populasi 300.000 tanam/ha
* 50 x 10 cm ( 2 biji per lubang ) dengan populasi 400.000 tanam/ha
f. Untuk menghindari penyusutan, sebelum ditanam benih dicampur dahulu
dengan insektisida Marshal 25 ST pola takaran 15 g untuk setiap kg benih.
PEMUPUKAN
a. Takaran pupuk
* Tanah Podzolik merah kuning (+ PMMG ).
- 0 kg urea
- 75 kg/ha SP - 36
- 50 kg/ha. Kcl
* Tanah Non Podzolik ( tanpa PMMG )
- 0 kg urea
- 50 kg/ha SP-36
- 50 kg/ha Kcl
* Tanah Podzolik ( tanpa PMMG )
- 50 kg/ha urea
- 150 kg/ha SP-36
- 50 kg/ha Kcl.
* Tanah Non Podzolik ( tanpa PMMG ).
- 50 kg/ha urea
- 100 kg/ha SP-36
- 50 kg/ha Kcl.
b. Cara Aplikasi Pupuk
* Penempatan pupuk dengan cara ditugal atau garit dengan jarak 5 cm dari
lubang tanam. Ketiga jenis pupuk dicampur dan dimasukan ke lubang
tugal atau garit, selanjutnya ditutup dengan tanah (Gambar 3 dan 4).
Pemupukan dapat pula dilakukan dengan cara dilarikan (Gambar 5 ).
* Tekstur tanah ringan/curah hujan tinggi, Seluruh pupuk SP-36, setengah
Urea dan setengah KCl diberikan pada saat tanam secara tunggal
disekitar lubang tanam dengan jarak 7 -10 cm, kemudian sisa Urea dan
KC1 diberikan bersamaan pada saat tanaman berumur 20 - 30 hari,
menjelang tanaman kedelai berbunga atau sesudah penyiangan.
* Tekstur tanah berat, Seluruh SP-36 dan KCl serta setengah Urea
diberikan saat tanam, kemudian Urea yang sisa diberikan menjelang
tanaman berbunga.
PENYIANGAN
Penyiangan dapat dilakukan 2 atau 3 kali selama pertumbuhan tanaman.
Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 15 HST, atau tergantung
banyaknya gulma. Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 40-45
HST. Cara penyiangan dapat dilakukan dengan menggunakan kored atau pancung,
kemudian tanah ditimbun/dibumbun ke barisan tanaman (Gambar 6)
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT
Lalat Bibit ( pada daerah curah hujan tinggi ) :
- Gunakan mulsa jerami segera setelah tanam untuk menekan lalat bibit
(pada lahan sawah).
- Gunakan Marshal 0,5 kg/ha ( sebagai perlakuan benih ) pada areal yang
tidak menggunakan PMMG.
- Kendalikan berdasarkan pemantauan : 2 kelompok telur/ 30 rumpun
tanaman, 180 ulat instar 2/30 rumpun atau 10 ekor instar 3/10 rumpun
dan telah terjadi 25 % kerusakan daun, gunakan insektisida.
- Ambang pengendalian fase generatif 15 ekor instar 3/10 rumpun,
intensitas kerusakan >12,5 % , 180 ekor instar 2/30 rumpun.
- Gunakan insektisida apabila terdapat 20 ulat etiella /10 rumpun, 2 ekor
imago Rhiptortus /10 rumpun, 2,5 % polong terserang kepik hijau.
- Ambang pengendalian fase generatif terdapat 15 instar 2/10 rumpun, 10
instar 2/10 rumpun, 10 instar 2/10 rumpun, instar 4-6 kendalikan secara
mekanis, intensitas serangan pada polong > 2 %.
PENGAIRAN
Pengairan pada saat tanam dan pemeliharaan harus mencukupi, terutama pada
tanaman di lahan sawah pada muslin kemarau, agar hasil dan mutu benih memuaskan.
Tanaman kedelai memerlukan kelembaban tanah yang cukup sejak awal pertumbuhan
hingga pengisisan polong penuh. Dalam keadaan air terbatas, tanaman diairi minimal
pada awal pertumbuhan vegetatif, masa pembuangan, masa pembentukan polong dan
masa pengisian biji.
Di lahan tegalan, pengairan air pada lahan yang drainasenya buruk dapat
menghambat pertumbuhan akar dan bintil akar. Selama drainase untuk kondisi seperti
ini, mutlak harus di buat.
PEMANENAN
Panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari dalam keadaan cuaca cerah (balk).
Cara panen adalah sebagai berikut :
* Tanda visual bisa di panen yaitu bila daun kedelai telah rontok, polong berwarna
kering/coklat.
* Memotong bagian pangkal batang bawah dengan sabit gerigi.
* Hindari panen dengan cara tanaman di cabut untuk menghindari terbawanya
tanah (kotor).
* Brangkasan tanaman hasil panen, dikumpulkan ditempat penjemuran
(pengeringan) dengan diberi alas (terpal atau plastik).
PASCAPANEN
Penanganan pascapanen untuk perbenihan kedelai mulai dari pengeringan
brangkasan, pembijian, pengeringan biji, pembersihan dan sortasi, paking, serta
penyimpanan biji.
Pengeringan brangkasan
Brangkasan tanaman dijemur untuk memudahkan perontokan biji.
* Penjemuran dimulai sejalan dengan berlangsungnya panen. Bila sampai
sore hari belum kering benar, penjemuran bisa dilanjutkan keesokan
harinya. Lindungi/tutup brangkasan dengan terpal pada saat malam hari,
untuk menghindari kelembaban.
* Hindari pemeraman brangkasan, bila brangkasan tanaman tidak langsung
dijemur dan dibiarkan lama disimpan, lama menurunkan mutu dan daya
simpan benih.
* Penjemuran brangkasan, dilakukan hingga kadar air biji kedelai telah
menurun + 13-15%.

Pengujian Benih jilid II


Pengujian Benih
            Pengujian benih itu sangat penting, terujinya benih berarti terhindarnya para petani dari berbagai kerugian yang dapat timbul dalam pelaksanaan usaha taninya. Selain itu benih yang baik atau unggul ditunjang dengan kultur teknik yang mantap, akan dapat meningkatkan berbagai produk pertanian (Kartasapoetra, 2003). Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui mutu dan kualitas benih. Informasi tersebut tentunya akan sangat bermanfaat bagi produsen, penjual maupun konsumen benih. Karena mereka bisa memperoleh keterangan yang dapat dipercaya tentang mutu atau kualitas dari suatu benih (Sutopo, 2002).
Faktor kualitas benih ditentukan oleh persentase dari benih murni, benih tanaman lain, biji herba, kotoran yang tercampur, gaya berkecambah atau daya tumbuh benih, benih berkulit keras, terdapatnya biji-bijian herba yang membahayakan benih, terbebasnya benih dari penyakit dan hama tanaman, kadar air benih serta hasil pengujian berat benih per seribu biji benih yang dimaksud (Kartasapoetra, 2003).
Viabilitas benih atau daya hidup benih yang dicerminkan oleh dua informasi masing-masing daya kecambah dan kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme benih dan/atau gejala pertumbuhan. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung, misalnya dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh penting dari benih dalam suatu periode tumbuh tertentu.
Selain uji viabilitas benih terdapat pula uji kesehatan benih, yaitu untuk mengetahui kondisi kesehatan dari suatu kelompok benih. Kesehatan benih juga merupakan salah satu faktor yang menentukan nilai lapangannya. Di samping itu uji kesehatan benih juga ditunjukkan untuk mengetahui penyebab dari abnormalitas kecambah dalam uji perkecambahan di laboratorium (Sutopo, 2002). Pelaksanaan pengujian mutu benih meliputi beberapa tahapan, yang pertama dilakukan adalah pengambilan contoh benih, kemudian pengujian kemurnian benih dan kadar air. Setelah itu barulah dilakukan uji daya kecambah, uji kekuatan tumbuh benih ataupun uji kesehatan benih terhadap contoh tersebut (Kartasapoetra, 2003).
2.2     Beberapa Tahapan dalam Pengujian Benih
1. Pengambilan Contoh Benih
Sebagai langkah pertama dalam pelaksanaan pengujian benih adalah menyediakan suatu contoh benih yang dapat dianggap seragam dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh ISTA. Suatu contoh benih yang diuji harus dapat mewakili keseluruhan kelompok benih yang lebih besar jumlahnya. Ada empat macam contoh benih yang dinyatakan dalam peraturan ISTA yaitu :
a.       Contoh primer (primary sampel) adalah benih yang diambil dalam jumlah besar dari berbagai tempat penyimpanan baik wadah maupun bulk.
b.      Contoh campuran (composite sample) adalah semua contoh primer yang dijadikan satu dan dicampur dalam satu tempat (kantong, kotak, tray, dan lain-lain). Biasanya contoh campuran jauh lebih besar dari yang diperlukan sehingga harus dikurangi.
c.        Contoh yang dikirim ke laboratorium (submitted sample) adalah contoh campuran yang telah dikurangi sampai jumlah berat tertentu yang telah ditetapkan dan kemudian dikirim ke laboratorium penguji benih.
d.                  Contoh uji (working sample) adalah contoh benih yang diambil dari “submitted sample” dan digunakan sebagai bahan uji benih di laboratorium(Sutopo, 2002).
Dari sampel-sampel benih tersebut hanya jumlah yang diperlukan dalam analisis, sisa dari sample kemudian disimpan dalam rak-rak khusus sebagai persediaan sekiranya tes perlu diulang. Dalam pengujian benih penguji harus memperhatikan dan menjaga bahwa benih-benih yang diuji itu tetap asli atau utuh (Kartasapoetra, 2003).

2. Pengujian Kemurnian Benih
Pengujian kemurnian benih merupakan kegiatan-kegiatan untuk menelaah tentang kepositifan fisik komponen-komponen benih termasuk pula persentase berat dari benih murni (pure seed), benih tanaman lain, benih varietas lain, biji-bijian herba (weed seed), dan kotoran-kotoran pada masa benih (Sutopo, 2002).

a.       Benih murni meliputi semua varietas dan setiap spesies yang diakui sebagaimana yang dinyatakan oleh pengirim atau penguji di laboratorium,
b.      Benih tanaman lain/varietas lain, komponen ini mencakup semua benih dari tanaman pertanian yang ikut tercampur dalam contoh dan tidak dimaksudkan untuk diuji,
c.       Biji-bijian herba/gulma merupakan biji dari tanaman lain yang tidak dikehendaki, dan bublet. Tuber dari tanaman yang dinyatakan sebagai gulma, herba menurut undang-undang, peraturan resmi atau pendapat umum.
d.      Bahan lain atau kotoran merupakan bagian-bagian dari sejumlah benih yang sedang diuji yang tidak berupa benih, melainkan benda-benda mati yang hanya mengotori benih misalnya kerikil, gumpalan tanah, sekam serta bentuk-bentuk lain yang menyerupai benih dan gulma.
Pada pelaksanaan pengujian kemurnian benih dimana komponen-komponen telah berhasil dipisah-pisahkan, yang merupakan hasil-hasil uji benih murni, benih tanaman lain dan atau varietas lain, biji-bijian herba, serta benda-benda mati atau kotoran, selanjutnya masing-masing harus ditimbang dengan seksama dengan contoh kerja dalam satuan gram (Kartasapoetra, 2003).
3.  Pengujian Kadar Air
Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling mempengaruhi masa hidupnya, maka benih yang sudah masak dan cukup kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih berkadar air tinggi yang juga harus segerea dipanen. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6% - 8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktivitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan pathogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Justice dan Bass, 2002).

Menurut Sutopo (2002), pada prinsipnya metode yang digunakan dalam menentukan kadar air ada dua macam yaitu :
a. Metode praktis; metode ini mudah dilaksanakan tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering perlu dikalibrasikan terlebih dahulu, yang termasuk metode ini adalah metode Calcium carbide, metode Electric moisture meter, dll.
b. Metode dasar; di sini kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada kondisi tertentu, dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula, yang termasuk dalam metode dasar adalah: metode Oven, metode Destilasi, Metode Karl Fisher dan lain-lain
4. Uji Daya Kecambah (viabilitas)
Pengujian viabilitas benih dipakai untuk menilai suatu benih untuk dipasarkan atau membandingkan antar seed lot karena viabilitas merupakan gejala pertama yang tampak pada benih yang menua. Daya kecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih yumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan biofisik lapang yang serba optimum (Kuswanto, 1996). Metode perkecambahan dengan pengujian di laboratorium hanya menentukan persentase perkecambahan total.
Pengujian ini dibatasi pada pemunculan dan perkembangan struktur-struktur penting dari embrio, yang menunjukkan kemampuan untuk menjadi tanaman normal pada kondisi lapangan yang optimum. Sedangkan kecambah yang tidak menunjukkan kemampuan terssebut dinlai sebagai kecambah yang abnormal. Benih yang tidak dorman tetapi tidak tumbuh setelah periode pengujian tertentu dinilai sebagai mati (Sutopo, 2002).
Pengujian viabilitas terhadap suatu varietas perlu dicari metode standar agar penilaian terhadap atribut perkecambahan dapat dilakukan dengan mudah. Kita mengenal beberapa metode pengujian yang dapat dipakai untuk menguji viabilitas, yaitu :
a. UDK (Uji di Atas Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di atas kertas substrat yang telah dibasahi. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya.
b. UAK (Uji Antar Kertas)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan di antara kertas substrat. Metode ini digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.

c. UKKDD ( Uji Kertas Digulung Didirikan)
Pada metode pengujian ini benih diletakkan diantara kertas substrat yang digulung dan didirikan. Dapat digunakan bagi benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya.
d. UKD dpd (Uji Kertas Digulung diberi plastik didirikan)
Metode ini merupakan modifikasi dari metode UKDD, dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh akar yang dapat mengakibatkan kertas substrat menjadi rusak sehingga pengamatan dapat jadi sulit untuk dilakukan.
e. Uji TZT (Tetra Zolium Test)
Metode ini dapat dilakukan dengan cepat. Dalam metode ini benih tidak dikecambahkan tetapi hanya direndam dengan larutan tetra zolium selama satu jam dan kemudian dinilai embrionya. Prinsip dari metode ini adalah terjadi pengecatan bagian embrio, sebagai hasil oksidasi larutan tetrazolium. sehingga bagian embrio yang hidup akan berwarna merah sedangkan yang mati atau cacat akan berwarna putih.
f. Uji dengan Memakai Sinar X
Dengan sinar X kita bisa melihat kondisi embrio dalam benih, apakah embrionya cacat atau tidak, tapi metode ini juga tidak dapat mendeteksi apakah benih dapat berkecambah atau tidak.
g. Uji Pasir
Untuk pengujian viabilitas bisa dipakai pasir sebagai media perkecambahannya. Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah besarnya butiran pasir dan kadar air media, karena pasir memiliki WHC yang rendah (Kuswanto, 1996).




5. Uji Kekuatan Kecambah (Vigor)
Vigor merupakan derajat kehidupan benih dan diukur berapa benih yang berkecambah, kecepatan perkecambahan, jumlah kecambah normal, pada berbagai lingkungan yang memadai. Vigor dipisahkan antara vigor genetik dan vigor fisiologi. Vigor genetik adalah vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda, sedangkan vigor fisiologi adalah vigor yang dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama (Kartasapoetra, 2003). Uji kevigoran benih bertujuan untuk melihat kemampuan benih untuk tumbuh di lahan.
Pengujian ini amat penting karena pada pengujian viabilitas di laboratorium kondisi lingkungannya telah dibuat seoptimal mungkin sehingga peluang bagi benih untuk berkecambah menjadi lebih besar. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia. (Sutopo, 2002)
Menurut Kuswanto (1996), metode pengujian vigor benih dapat dibagi menjadi 2  jenis pengujian yaitu :
a.       Pengujian Langsung (Direct Metode)
Pada pengujian ini benih dikecambahkan dalam kondisi yang menyerupai keadaan di lapangan. Kelemahan metode ini terletak pada suhu pengujian yang dibuat standar. Macam-macam metodenya antara lain :
1.      Deep Soil Test (kedalaman tanam)
2.      Hoppe Method
3.      Total Growth of Plants or Seedlings
b. Pengujian Tidak Langsung
1. Physiological Methode
2. Physical Measurements Test
3. Biochemice Method
2.3  Jenis Substrat dalam uji Viabilitas
Umumnya media yang banyak digunakan dan direkomendasikan dalam pengujian daya kecambah adalah:
1. Kertas Substrat
Kertas Substrat merupakan bahan yang praktis tidak banyak memerlukan tempat, mudah menilai struktur-struktur penting kecambah dan mudah distandarisasi. Jenis substrat kertas yang dapat digunakan dalah kertas merang, kertas saring, kertas buram,dan sebagainya.
2. Media pasir
Pasir sebagai media perkecambahan harus memenuhi syarat :
  • Lolos dalam saringan ? 0,8 mm dan tertahan dalam saringan 0,50 mm
  • pH = 6,0 – 7,5
Pasir sebagai media kecambah, sebelum digunakan diayak lebih dahulu untuk mendapatkan butiran pasir dengan ukuran sesuai anjuran, kemudian dicuci untuk menghilangkan tanahnya dan yang terakhir disterilkan.
3. Media Tanah
Tanah yang digunakan sebagai media perkecambahan harus mempunyai sifat mampu menyimpan air dan aerasi cukup. Untuk tanah yang berstruktur lempung dapat dicampur dengan pasir dan kompos dengan perbandingan tertentu agar media cukup remah. Kondis fisik tanah untuk media perkecambahan sangat penting bagi berlangsungnya benih berkecambah hingga menjadi tanaman dewasa. Benih akan terhambat perkecambahannya apabila tanah yang digunakan padat, karena benih susah menembus kepermukaan tanah.Media tanah digunakan apabila media kertas atau pasir dalam pengujian daya kecambah tidak sesuai dengan benih yang diuji.